Saturday, November 27, 2010

Kebenaran dan Keindahan

Keindahan bukan lawan kejelekan. Keindahan adalah hasil melatih diri terus-menerus untuk senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki pada hari ini. Kerja keras tetap kerja keras. Tapi, hanya bersyukur yang membuat hasilnya berwajah penuh keindahan. Gede Prama

Mencari kebenaran, dapatnya keonaran. Demikian seorang sahabat mengeluh tentang upayanya memperjuangkan hak-hak pekerja. Setelah lama merasa ditekan-tekan, mereka mengambil sikap keras: demo.

Setelah demo tidak membuahkan hasil, mereka melanjutkannya dengan perusakan. Habis ini, mudah ditebak: mereka berurusan dengan aparat yang berujung pada pindahnya tempat tinggal ke gubuk derita yang disebut lembaga pemasyarakatan.

Seorang sahabat politisi punya pengalaman lain lagi. Setelah lama disebut pahlawan oleh publik melalui perlawanannya pada penguasa yang ditakuti, dia melanjutkan gaya yang sama ke rezim-rezim berikutnya.

Zaman berubah, penguasa berubah, kebebasan berubah, tapi rekan ini tetap sama: militan. Tentu, sudah diketahui nasibnya kemudian, lama-lama dianggap pahlawan kesiangan. Bahkan, nyaris bernasib tragis di gubuk derita yang sama.

Kendati kebenaran manusia tidak pernah absolut, setiap manusia yang berjuang memperjuangkan kebenaran layak dihormati. Sebab, sebagian dari orang-orang seperti inilah roda-roda peradaban berputar.

Check and balance. Itulah salah satu peran yang dimainkan. Sehingga, sejarah bisa berputar untuk kepentingan kebanyakan pihak. Agak sulit membayangkan pertumbuhan yang sehat tanpa check and balance. Karena itulah, sebagian pahlawan peradaban berasal dari manusia militan pembela kebenaran.

Warna-warna berat sebelah, seperti kepentingan pribadi, mau jadi pahlawan secara buru-buru, sampai dengan menggunakan perjuangan sebagai tangga-tangga memasuki kekuasaan, sudah mulai terlihat di sana sini. Ada yang bahkan lebih mengerikan dari ini. Karena merasa benar, kemudian membunuh di sana sini.

Teroris adalah salah satu contoh segar dalam hal ini. Demikian juga dengan negara yang menyerang negara lain tanpa alasan kuat. Sehingga, dalam gambaran total, kebenaran di tangan-tangan manusia seperti ini berwajah penuh darah. Kalau memang demikian wajah kebenaran, betapa mengerikannya wajah kebenaran.

Entah terinspirasi dari sini atau terinspirasi dari tempat lain, ada sekumpulan manusia yang mulai kurang tertarik dengan kebenaran, kemudian bergerak ke wilayah keindahan. Kalau kebenaran berwajah agak keras seperti batu, sehingga mudah sekali membuat manusia berbenturan, keindahan berwajah jauh lebih lembut.

Bila kebenaran sebagian lebih perjalanannya ke luar diri, keindahan lebih sebagai hasil ketekunan berjalan ke dalam diri. Kalau kebenaran sulit sekali menerima perbedaan, keindahan bisa ditemukan, baik dalam perbedaan maupun persamaan.

Jika kebenaran memerlukan banyak logika, keindahan memerlukannya dalam kuantitas ataupun kualitas yang terbatas. Bila kebenaran bertumbuh di atas penolakan (sebelum terbukti), keindahan memulainya dengan penerimaan-penerimaan. Karena itu, bisa dimaklumi kalau pencinta-pencinta keindahan memulainya dengan sebuah kata sederhana: bersyukur.

Ada yang berbeda antara penekun kebenaran keras dan penekun keindahan. Sinar wajahnya berbeda, senyumannya berbeda, kesantunannya berbeda, dan persahabatannya dengan kehidupan juga berbeda. Berkaitan dengan senyuman, senyuman pencinta keindahan membuatnya mudah terhubung.

Tidak saja dengan manusia lain, juga terhubung dengan hati dan perwujudan lain dari Tuhan. Karena itu, jangan terkejut kalau sahabat pencinta keindahan seperti menemukan sahabat di mana-mana. Tidak saja di tempat ramai bertemu sahabat, di hutan yang amat sepi sekalipun, dia bertemu sahabat.

Tentu, bukan maksud tulisan ini untuk mengganti kebenaran dengan keindahan. Sebab, memang, bukan sifat keindahan untuk menjadi pengganti apa pun. Sifat keindahan yang halus dan lembut, penuh penerimaan, sekaligus persahabatan membuatnya batal menjadi lawan kebenaran.

Keindahan bukan lawan kejelekan. Keindahan adalah hasil melatih diri terus-menerus untuk senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki pada hari ini. Kerja keras tetap kerja keras. Tapi, hanya bersyukur yang membuat hasilnya berwajah penuh keindahan.

Kebenaran memang perlu, apalagi ketika mengambil keputusan menentukan. Tapi, membingkai kebenaran dengan keindahan membuat manusia mudah terhubung. Ini yang di Timur disebut dengan sekumpulan yogi.

Pada zaman dulu, yogi hanya identik dengan petapa di hutan. Sekarang, ia bisa berwajah keseharian sebagai kasir, customer service, polisi, ilmuwan, dan bisa apa saja.

Seorang yogi pernah menulis: when the blossoms vanish the fruits appear. Ketika bunganya hilang, buahnya muncul. Tatkala penampilan luar tidak lagi dianggap yang paling utama, ada penampilan dari dalam yang mulai menawan. (*)

Penulis adalah Presiden Direktur Dynamics Consulting, pembicara public, executive coacher, dan beralamat di www.dynamicsconsulting.com.

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER